Selasa, 23 Februari 2021

 TUJUH HARI TAKLUKAN TANTANGAN MENULIS BUKU NONFIKSI

RESUME KEDUAPULUH SATU:

Oleh Ati Rohaeti 



“Ada berair juga rupanya, berhasil juga rupanya. Tidak satu hal pun di dunia yang tidak akan berhasil jika niatnya adalah niat kebaikan. Maka, menciptakan buku dalam tujuh hari bukanlah bohong belaka jika kita berusaha.”

 

P

elatihan belajar menulis keduapuluh satu ini dilaksanakan Jumat (19/2) dengan Ibu Musiin, M.Pd., sebagai narasumber dan dipandu Ibu Sri Sugiastuti sebagai moderator. Tema pelatihan kali ini yakni “Menaklukan Tantangan Menulis Buku Nonfiksi 7 Hari”. Sebelum moderator memandu pelatihan dan diskusi malam tersebut, Om Jay sebagai pelaksana membuka pelatihan belajar menulis ini dengan salam dan sapa. Ia bahkan menyegarkan kembali ingatan peserta tentang program menulis dan berbicara PGRI pada malam sebelumnya. Setelah itu, barulah moderator mengambil alih jalannya diskusi.

Pertama, ia memperkenalkan narasumber. Ibu Musiin atau lebih dikenal dengan Ibu Iin merupakan alumni belajar menulis asuhan Om Jay. Beliau aktif dalam menulis buku nonfiksi dan karyanya berhasil diterbitkan oleh penerbit mayor. Bahkan buku terbitan tersebut dipajang pada rak-rak buku toko sekelas Gramedia. Sebuah kebanggaan tersendiri sebagai peserta pelatihan yang sama dapat memiliki alumni yang sukses.

 



Kedua, moderator mempersilakan narasumber untuk menyapa dan menceritakan perjalanan karirnya dalam bidang tulis-menulis. Bu Iin mengatakan bahwa dirinya seorang alumni kelas menulis Om Jay Gelombang Ke-8 yang juga mendapat kesempatan dan tantangan menulis Prof. Eko. Beliau menjelaskan bahwa ia dan delapan orang lainnya berhasil menaklukkan tantangan menulis dan buku mereka telah berhasil dipajang di toko Gramedia secara daring dan luring. Buku tersebut berjudul “Literasi Digital Nusantara Meningkatkan Daya Saing Generasi”. Berkat Prof. Eko dan wadah pembelajaran inilah Ibu Iin dapat memproduksi karya yang bermanfaat bagi sesama.

BELIAU kemudian melanjutkan kisahnya dengan menceritakan sosok bernama Prof. Eko yang pernah menjadi pemateri dalam tantangan menulis nonfiksi. Baginya Prof. Eko ibaratkan seorang Master Chef dengan keahlian menggunakan ragam bahan dapur untuk dijadikan berbagai santapan yang lezat. Bahan masakan ini adalah pilihan yang ada pada diri setiap masing-masing di antara kita. Sementara santapan lezat adalah hasil dari proses memilih kita. Jika Ibu Iin ditanya dari mana ilham dan ide tersebut datang, datangnya dari pilihan-pilihan yang disediakan oleh Prof. Eko untuk kita. Bahkan biarpun beliau bertitel guru besar tidak menyurutkan kreativitasnya dalam membuat beragam konten edukasi seperti pada Prof EKOJI Channel miliknya.

Pilihan dalam diri kita diolah menjadi sebuah tulisan. Tulisan yang menampilkan pengetahuan, pengalaman, kegemaran, cerita, atau kisah-kasih. Semua itu adalah buku yang belum sempat dikeluarkan. Cara mengeluarkan pilihan tersebut ialah dengan menulis dan menantang diri kita untuk menyelesaikannya dalam waktu singkat, seperti tema malam ini.

Sebelum merancang sebuah tulisan, kita harus menemukan alasan kuat berkeinginan menjadi seorang penulis. Alasan kuat itu saya gambarkan dalam tiga hal: (1) Saya ingin dapat mewariskan ilmu lewat buku atau tulisan lainnya, (2) Saya ingin memiliki karya yang terpajang pada etalase toko buku daring dan luring sekelas Gramedia, dan (3) Saya ingin profesi saya sebagai guru berkembang. Dengan tiga alasan tersebut cukup untuk menunjukkan tekad saya dalam menulis.

PEMATERI selanjutnya masuk pada bagian utama tentang karya tulis nonfiksi. Ia menyebutkan bahwa karya tulis nonfiksi dituliskan dalam tiga pola yang berbeda. Tiga pola tersebut antara lain:

1.   Pola Hierarkis, buku disusun berdasarkan tahapan mudah ke sulit atau sederhana ke rumit. Salah satubuku nonfiksi dengan pola ini adalah buku pelajaran.

2.  Pola Prosedural, buku yang disusun berdasarkan urutan proses. Salah satu contohnya adalah bukupanduan atau resep.

3.   Pola Klaster, pola ini disusun secara poin per poin atau butir per butir. Pola ini diterapkan pada bukubuku kumpulan bab, bagian, antarbab, atau subbab. Salah satu buku dengan pola bab antara lain buku penelitian atau esai ilmiah.

Berdasarkan ketiga pola tersebut, karya Ibu Iin merupakan karya yang berpola klaster. Bukunya yang berjudul Literasi Digital Nusantara ini terbagi atas beberapa bab dan subbab. Pembagian ini memudahkan penjelasan butir ke butir dengan jelas dan mendetail. Sementara peserta memahami ketiga pola tersebut, Ibu Iin kemudian mulai membahas lima langkah proses penulisan buku yang terdiri atas tahap pratulis, tahap menulis draf, tahap merevisi draf, tahap menyunting naskah, dan menerbitkan. Dari kelima langkah tersebut, empat langkah dilakukan secara perorangan. Sementara menerbitkan bukanlah bagian dari proses menulis, ini lebih cocok dikatakan sebagai bagian produksi di luar kepenulisan. Berikut penjelasan keempat langkah tersebut.

1.  Pratulis, ialah kegiatan sebelum menuliskan sesuatu. Langkah ini merupakan langkah dasar seseorang menjabarkan maksudnya ke dalam sebuah karya tulis. Biasanya dalam langkah pratulis ada kegiatan semisal: menentukan tema, ide, merencanakan jenis tulisan, mengumpulkan bahan tulisan, bertukar pikiran, menyusun daftar, melakukan penelitian, membuat peta pikiran, hingga menyusun kerangka tulis.

    Tema dapat ditemukan pada buku. Ada tema buku tentang pendidikan, teknologi, ekonomi, hingga parenting. Tema dalam buku Ibu Iin misalnya, ia mengangkat tema tentang edukasi atau pendidikan.

    Ide buku haruslah menarik, baru, dan orisinil. Penulis dapat menemukan ide melalui pengalaman pribadi, orang lain, berita di media massa, status pada media sosial, imajinasi, pengamatan lingkungan, perenungan, dan membaca buku atau apresiasi karya lain. Ide yang didapat Ibu Iin berasal dari pengamatan lingkungan, berita media massa, hingga diperkuat oleh materi Prof. Eko yang berjudul Digital Mindset: The Key to Transform your Organization. Materi tersebut tayang pada saluran Youtubenya pada tanggal 20 Maret 2020.

    Referensi atau sumber acuan dapat berupa data atau fakta. Dalam kasus Bu Iin, ia mendapatkan ragam referensi lewat internet, antara lain pengetahuan dan keterampilan formal, nonformal, dan informal, pengalaman sejak balita, penemuan, dan pemikiran hasil perenungan.

     Kerangka tulis yang digunakan Bu Iin dalam menciptakan karyanya terdiri atas empat lima dengan ruang lingkup utama literasi digital. Pada bab I, Ibu Iin menuliskan tentang penggunaan internet di Indonesia. Bab II, media sosial. Bab III, hakikat literasi digital. Bab IV, ekosistem literasi digital di nusantara. Bab terakhir yakni bab V menjabarkan literasi digital untuk membangun digital mindset warga internet +62. Berikut contoh penulisan bab dan subbab buku nonfiksi.

      Kutipan:

      BAB I PENGGUNAAN INTERNET DI INDONESIA

      A.      Pembagian Generasi Pengguna Internet

      B.    Karakteristik Generasi dalam Berinternet

               (Musiin, Literasi Digital Nusantara)

       Sementara kerangka lain yang melibatkan keseluruhan buku disebut anatomi buku. Berikut anatomi buku nonfiksi pada umumnya:

1)      Halaman Judul

2)      Halaman Persembahan (Opsional)

3)      Halaman Daftar Isi

4)      Halaman Kata Pengantar (Opsional, minta kepada tokoh yang berpengaruh)

5)      Halaman Prakata

6)      Halaman Ucapan Terima Kasih (Opsional)

7)      Bagian /Bab

8)      Halaman Lampiran (Opsional)

9)      Halaman Glosarium

10)  Halaman Daftar Pustaka

11)  Halaman Indeks

12)  Halaman Tentang Penulis

  2.   Penulisan draf, rancangan atau konsep yang telah selesai wajib dituliskan. Langkah kedua  ini         memiliki prinsip bebas di mana konsep yang dituliskan tidak mementingkan kesempurnaan.  Akan tetapi, penulisan draf ini lebih pada bagaimana ide dituliskan.

  3. Revisi draf, ini melibatkan estetika tulis suatu karya. Apabila di langkah kedua tidak mementingkan kesempurnaan, maka pada tahap ketiga ini baik sistematika maupun struktur tulisan dan penyajian wajib direvisi agar memberikan gambaran besar dari naskah secara jelas.

 4.Penyuntingan, beda halnya dengan revisi draf yang berkisar pada perbaikan ide tulisan, penyuntingan lebih difokuskan pada penggunaan bahasa pada karya tersebut. Baik ejaan, tata bahasa, diksi, data-fakta, maupun legalitas dan norma.

Kadang kala tips lebih mudah dibaca dibanding dilakukan. Ini berlaku bagi saya dalam pertemuan kali ini, sebab masih saja ada hambatan yang seringkali muncul tidak terduga. Hambatan-hambatan menulis ini dapat disebabkan karena waktu, daya kreativitas kita, teknis, tujuan, dan psikologis. Jika melihat dampaknya, hambatan psikologis adalah hambatan paling berat. Penulis seringkali terhambat urusan waktu pengumpulan karya. Selain itu, hambatan psikologis yang sering kali terjadi adalah rasa rendah diri terhadap karya sendiri. Hal tersebut dapat dijadikan peluang, tentunya dengan cara-cara yang mengurangi stres kerja. Misalnya membaca buku, mencari inspirasi di lingkungan sekitar atau lewat narasumber, disiplin menulis setiap hari, dan pergi melakukan hobi untuk meningkatkan mood kita.

Demikian materi cara menaklukkan tantangan menulis nonfiksi selama tujuh hari yang Ibu Iin berikan. Semoga saya dan rekan-rekan saya memiliki kesempatan dan masa keemasan seperti beliau berkat karyanya. Tidak ada kesempatan untuk mundur saat ini, melangkah maju dan melampauinya!

 

Salam Literasi.

Tidak ada komentar:

BAHAN AJAR DAN LKPD

NORMA-NORMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Kebutuhan antara satu manusia dengan manusia lainnya tidak selalu sama dan terus berubah. Dengan bany...