KIAT MENULIS BUKU
DALAM SATU MINGGU
RESUME KESEMBILAN
BELAS:
Oleh Ati Rohaeti
S |
enin, 15 Februari 2021 menjadi malam yang sangat
spesial sebab dapat mengikuti kelas belajar menulis dengan moderator dan
pemateri yang amat luar biasa. Pertemuan yang dipandu Ibu Aam Nurhasanah,
S.Pd., dengan narasumber Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA.,
Mphil., MA., ini berhasil memotivasi peserta agar semakin tertarik menulis
buku. Berikut pengalaman pelatihan kesembilan belas yang saya dapatkan.
PADA AWAL KEGIATAN, Om
Jay memberi sapaan untuk seluruh peserta dalam pelatihan menulis. Kemudian,
selang beberapa waktu dilanjutkan oleh moderator sebagai pemandu kegiatan
pelatihan kesembilan belas ini. Dalam pembukaannya, moderator berterima kasih
pada narasumber yang telah berkenan memberikan materi dengan tema “Kiat Menulis
Buku Satu Minggu”. Bersamaan dengan disebutkannya tema pelatihan malam itu,
moderator pun memberikan penjelasan terkait perjalanan prestasi narasumber.
Richardus Eko
Indrajit, lahir di Jakarta, 24 Januari 1969. Ia dikenal sebagai akademisi dan
pakar teknologi informatika asal Indonesia. Selain dikenal sebagai pakar
teknologi, Eko Indrajit sendiri merupakan seorang pendidik, narasumber berbagai
acara diskusi, dan penulis buku serta jurnal yang dipublikasikan di dalam
maupun luar negeri. Tidak hanya produktif, Eko pun aktif menjadi anggota
Pengurus Besar PGRI dan menjadi ketua PGRI Smart Learning Center and Character
(PSLCC) yang bertempat di Jakarta Pusat. Riwayat hidupnya ini dapat ditemukan
dalam berbagai laman di internet, sebab begitu dikenalnya beliau sebagai teladan
banyak orang –khususnya para penulis pemula.
Setelah moderator
selesai menjelaskan secara singkat riwayat hidup narasumber, Ibu Aam kemudian
memberikan kesempatan pada narasumber untuk menyapa peserta dan
mempersilakannya memaparkan materi pelatihan kali ini. Beliau dengan asyik memberikan pengandaian
untuk menggambarkan materi yang ia bawakan.
Bukankah hari-hari
kita sebagai manusia diisi dengan bercerita satu sama lain? Ya, manusia tidak
lepas dari kegiatan tersebut sebab hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial
yang membutuhkan pengakuan dan identitas di masyarakat. Salah satu cara
mempertahankannya ialah berbagi, baik pengalaman, materi, bahkan cerita. Hal
ini tidak lain membutuhkan media untuk menyampaikannya yang disebut bahasa.
Bahasa mewakili setiap manusia mengungkapkan keinginan dan keluh kesahnya.
Entah disampaikan secara lisan atau tulisan.
Hubungannya dengan
tema pelatihan ini ialah bagaimana proses kita berbahasa sebagai manusia
dijadikan bahan menulis sebuah buku dalam waktu singkat. Bayangkan saja, setiap
saat kita bercerita, berceloteh, dan berkeluh kesah ke sana ke mari saat
berjumpa dengan seseorang. Seandainya cerita, celotehan, dan keluh kesah
dilakukan selama seminggu penuh dan dituliskan menjadi sebuah tulisan, sudah
berapa cerita, ide, dan halaman yang terisi.
Beliau
bahkan memberikan contoh nyata bahwa dalam seminggu, setiap ucapan dan kejadian
yang dialami dan dituliskan oleh kita akan menghasilkan sebuah
lembaran-lembaran cerita yang dapat dibukukan. Suatu waktu, Prof. Eko mengikuti
proses belajar online bersama anaknya
yang duduk di bangku sekolah dasar. Ia mengamati bagaimana proses belajar,
kemudian berbincang dengan guru anaknya yang turut dalam pembelajaran hari itu.
Mereka membicarakan masalah belajar online
sejak pukul delapan hingga dua belas siang. Setelah itu, ia mengamati anak dan
ibunya yang asyik tertawa sambil mengerjakan tugas untuk keesokan harinya.
Sekadar
coba-coba, ia menuliskan pengalamannya tersebut dalam sebuah catatan pribadi.
Tanpa beliau sadari, catatan tersebut sudah mencapai 10 halaman. Padahal,
beliau hanya menulis kembali apa yang ia alami sejak pagi hingga petang. Ini
dapat kita bayangkan apabila dilakukan setiap hari, berarti dalam sebulan sudah
mencapai 300 halaman. Tentu, hasil ini
akan didapatkan apabila penulis sabar dan yakin dengan tulisan apa yang ingin
kita ciptakan.
MENULIS
ITU SEDERHANA, SESEDERHANA MENGHAYAL.
Prof. Eko bahkan
menegaskan bahwa menulis satu buku dalam seminggu bukan hal yang sulit dan
mustahil. Asal dapat mengikuti tips ini, maka kita dapat menciptakan buku yang
diinginkan dalam seminggu. Berikut tips yang dapat diikuti:
1.
Mengubah komunikasi lisan menjadi tulis. Proses ini
berhubungan dengan kebiasaan kita yang lebih senang bercerita via lisan
dibanding menuliskan cerita kita menjadi tulisan. Cara mengubah komunikasi
lisan menjadi tulis bukanlah hal tidak mungkin, sebab yang dituliskan adalah
kisah sehari-hari. Untuk itu, saat menulis jangan langsung berpatok pada
menarik atau tidak cerita. Cukup tulis hal yang dialami.
2.
Tuliskan hal yang disukai dan dikuasai berdasarkan
pengalaman pribadi. Dengan menentukan pilihan seperti ini akan memudahkan
kalian dalam menyusun ide-ide tadi menjadi sebuah tulisan. Apabila ingin
menceritakan pengalaman tersebut, usahakan tidak dalam komunikasi lisan.
Biasakan menuliskannya dalam bentuk tulis.
3.
Lakukan pembiasan dalam menulis. Jika kita menyukai
klub sepak bola asal Inggris, Manchester United (MU), tuliskan itu. Apabila
hobi kita mencari kuliner-kuliner daerah, tulislah tentang hal tersebut. Lakukan
ini secara bertahap, dimulai dengan satu paragraf, satu halaman, dua halaman,
hingga berhalaman-halaman yang tidak dapat dibayangkan jika tanpa usaha apapun.
4.
Tema atau topik apapun yang dituliskan sama
berharganya. Tulis apapun yang kamu yakini dapat menjadi tulisan yang selesai.
Buatlah jadwal untuk menulis agar kita dapat menentukan target tulisan.
Tips tersebut memang
sesederhana itu. Cukup gunakan kesabaran dan kegigihan kita dalam menulis.
Terlebih lagi, peserta pelatihan adalah orang-orang hebat yang mampu mengelola
blog. Artinya semua sudah memiliki modal untuk menulis. Tidak perlu menunggu
ilham datang, tetapi lakukan saat itu juga.
Hambatan menulis
datang dari diri kita sendiri dengan mengatakan tidak ada waktu. Anggapan
tersebut hanyalah sebuah alasan untuk tidak memulai apapun. Jika mengingat
kondisi saat ini, justru pandemi inilah waktu paling tepat untuk menulis sebab
semua diberikan waktu lebih untuk berpikir dan menuliskannya.
Proses
mengasah kemampuan menulis pun tidak perlu muluk-muluk. Seorang penulis dapat
dilahirkan dari kebiasan-kebiasaan kecil. Misalnya orang tua yang bermaksud
memberikan nasihat pada anaknya. Namun, anak tersebut tidaklah senang mendengar
nasihat yang sama setiap saatnya. Orang tua pun merasa khawatir apabila nasihat
yang dilakukan secara lisan dapat menyinggung perasaan dan tidak direnungkan
oleh anak. Maka, solusi dari hal tersebut adalah menuliskan nasihat menjadi
sebuah tulisan semisal surat. Selain memudahkan orang tua memikirkan kata-kata
yang baik dan pantas. Tulisan sejenis ini dapat mendekatkan mereka sebab lebih
esensial dan emosional.
MENULIS tidak
hanya untuk menciptakan buku. Menulis juga bagian dari menyelamatkan
kehidupan. Di antaranya anak dan orang
tua seperti contoh sebelumnya, istri dan suami, bahkan antara individu yang
tidak saling mengenal pun dapat terselamatkan berkat tulisan yang baik. Prof.
Eko pun memberikan contoh lain kekuatan tulisan.
Beliau
dan istrinya memiliki hubungan yang baik. Sikap jahil yang dimiliki Prof. Eko
membawanya pada penciptaan karya seperti puisi, syair, dan gurindam yang ia
kutip dari rangkaian lagu milik almarhum A. Riyanto untuk mengisengi istrinya
tersebut. Alhasil, selain membawa tawa bagi keduanya, hubungan romantisme
mereka semakin erat.
Sementara
kisah lain yang menginsiprasinya untuk menulis ialah rasa syukur yang ia
rasakan akan kehadiran kedua orang tuanya di usia renta. Setiap keduanya
berulang tahun, beliau persembahkan berbagai karya tulisan untuk mengingat masa
indah ketika kanak-kanak. Dengan perasaan itu, tulisan haru dapat tercipta.
INTINYA, menulis
itu bukan sekadar bertujuan untuk publikasi maupun komersialisasi. Bagi beliau
menulis memberikan kesempatan hidup baginya, bagi orang terdekatnya, dan bagi
orang lain yang bahkan tidak ia kenal agar tersenyum, tertawa, dan bahagia.
Tidak hanya itu, beliau pun sadar betapa ia ingin diingat sebagai penulis yang
baik oleh anak, cucu, dan cicitnya kelak.
Jangankan seminggu,
satu hari pun dapat menciptakan keajaiban apabila kita memutuskan untuk menulis
sejak pagi hingga malam hari. Terkadang utnuk menjadi seorang yang tekun,
beliau mendisrupsi dirinya sendiri dengan membayangkan hal aneh dan unik.
Dengan begitu, ia akan memulai hal-hal di pikirannya menjadi tulisan.
KEKUATAN
MENULIS IALAH TEKUN DAN BERKEMAUAN.
Di
akhir pematerian, dibuka sebuah sesi tanya-jawab. Moderator mengajukan
pertanyaan terkait kesempatan diterbitkannya karya peserta pelatihan gelombang
17 melalui tantangan menulis dalam satu minggu. Jawaban Prof. Eko bahwa peserta
gelombang 17 memiliki kesempatan karyanya terbit. Bahkan beliau memotivasi
peserta dengan membuat program dan grup baru bernama Februari-17. Di sana ia
akan mengarahkan peserta untuk mempersiapkan syarat diterimanya sebuah tulisan.
Prof.
Eko menutup kegiatan dengan sebuah peribahasa, harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading,
manusia mati meninggalkan nama. Artinya, orang yang berjasa akan selalu
disebut-sebut walaupun telah tiada. Sama halnya dengan menulis, yang abadi
adalah nama dan tulisan kita. Maka, menulislah yang baik-baik.
“Selamat berkarya
teman-temanku tercinta. Menulis dan lihatlah apa yang terjadi. Menulis adalah doa,
menuls adalah cinta, menulis adalah karya, menulis adalah jiwa, menulis adalah
manusia".
Salam literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar