Senin, 31 Mei 2021

Komitmen Memperingati Hari Lahirnya Pancasila

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi Robby karena atas rahmat dan hidayah-nya kita semua dapat kembali bersama secara daring untuk memperingati hari lahirnta Pancasila tahun 2021.

Hari ini adalah hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

Untuk mempelajari, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan keseharian, mari kita  kenali sejarah.

Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Sidang BPUPKI I (29 Mei s.d 1 Juni 1945)

Diawali dengan pembentukan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) yang bertugas memberikan usul-usul/ ide-ide/ pendapat-pendapat/ gagasan-gagasan untuk kemerdekaan Indonesia. Sidang BPUPKI I membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka yang diketuai Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin berkesempatan untuk berpidato menyampaikan usulan dasar negara Indonesia yaitu:

1) peri kebangsaan;
2) peri kemanusiaan;
3) peri ketuhanan;
4) peri kerakyatan;
5) kesejahteraan rakyat

(Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, 1959: 3).

Sedangkan secara tertulis, Mohammad Yamin mengemukakan rumusan yang mirip dengan teks Pancasila dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan urutan yang berbeda (Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945: 1971), yakni:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
2) kebangsaan persatuan Indonesia;
3) rasa kemanusiaan yang adil dan beradab;
4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Pada tanggal 31 Mei 1945 dalam pidatonya, Mr. Soepomo menekankan pentingnya paham integralistik yang sesuai dengan sosial kultur masyarakat Indonesia, yakni semangat kebatinan dari bangsa Indonesia adalah persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, dunia luar dan batin, mikrokosmos dan makrokosmos, serta rakyat dan pemimpin (Purwastuti, 2002: 20).

Soepomo mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia Merdeka mencakup

1) persatuan,
2) kekeluargaan,
3) keseimbangan lahir dan batin,
4) musyawarah,
5) keadilan rakyat. 

Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno berpidato dengan memunculkan istilah Pancasila sebagai philosophische grondslag yaitu fundamen, filsafat, jiwa, pikiran yang sedalam-dalamnya yang didasarkan pada karakteristik ke-Indonesiaan dan pandangan dunia yang setingkat dengan aliran-aliran besar dunia atau dikenal sebagai “weltanschauung”. Usulan dasar negara yang disampaikan Soekarno adalah:

1) kebangsaan Indonesia (nasionalisme),
2) internasionalisme (kemanusiaan),
3) mufakat (demokrasi),
4) kesejahteraan sosial,
5) ketuhanan. 

Kebangsaan Indonesia dan Internasionalisme atau kemanusiaan dapat diperas menjadi sosio-nasionalisme. Mufakat atau demokrasi dan kesejahteraan sosial, dapat diperas menjadi sosio-demokrasi. Kemudian diikat erat kuat dengan Ketuhanan, jadilah tiga asas atau tiga sila atau “tri sila”. Tri sila dapat diperas menjadi “ekasila” yaitu gotong royong. Gotong royong merupakan faham yang dinamis, suatu usaha bersama, suatu amal, satu pekerjaan, satu karya, bekerja keras membanting tulang, memeras keringat bersama–sama, bahu– membahu, saling membantu. Hasil kerja dinikmati bersama. Negara berdasarkan gotong royong yang berarti “satu buat semua–semua buat satu”, kebahagiaan dan kesejahteraan untuk semua masyarakat (Winarno, 2012: 12-13).

Panitia Kecil

Pembentukan Panitia Kecil yang beranggotakan delapan orang (Panitia Delapan) dibawah pimpinan Soekarno dan bertugas untuk mengumpulkan dan memeriksa usul-usul berkaitan Indonesia Merdeka. Usul-usul tersebut digolongankan :

1)   golongan usul Indonesia merdeka selekas-lekasnya; 

2)   golongan usul dasar ;

3)   golongan usul bentuk negara dan kepala negara;

4)   golongan usul mengenai warga negara;

5)   golongan usul mengenai daerah;

6)   golongan usul mengenai agama dan negara;

7)   golongan usul mengenai pembelaan, dan

8)   golongan usul mengenai keuangan (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, 1959:82).

Dalam melaksanakan tugasnya panitia ini mengalami perbedaan pendapat yaitu persoalan hubungan antara negara dan agama. Para anggota golongan islam menghendaki negara yang berdasarkan syariat islam. Sedangkan golongan nasionalis menghendaki bahwa negara tidak mendasarkan hukum pada salah satu agama tertentu (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, 1959:82-86).

Kemudian dibentuklah Panitia Kecil yang berjumlah sembilan orang (Panitia Sembilan) dan menghasilkan rancangan pembukaan hukum dasar (Undang-Undang Dasar). Soekarno mengistilahkan kesepakatan ini sebagai suatu modus. Kesepakatan yang nantinya akan dituangkan dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar ini oleh Soekarno diberi nama Mukaddimah (Preambule) Hukum Dasar. Sukiman Wirjosandjojo menyebut kesepakatan ini sebagai “Gentlemen’s Agreement”. Sementara Mohammad Yamin memberi nama kesepakatan ini sebagai Piagam Jakarta  (Tim Kerja Sosialisasi MPR, 2012: 35 – 36).  

 

Piagam Jakarta 

Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan. 

Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil dan makmoer. 

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja. 

Kemudian daripada itoe, oentoek membentoek suatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan untuk memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam suatu Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam suatu susunan negara Repoeblik Indonesia jang berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:

  1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek2-nja
  2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
  3. Persatoean Indonesia
  4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam permoesjarawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia. 

Djakarta, 22-6-1945

Panitia Sembilan 

Sidang BPUPKI II

Naskah Piagam Jakarta dibawa ke sidang kedua BPUPKI tanggal 10 – 16 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI II membahas tentang wilayah Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan undang- undang dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Hasil sidang BPUPKI II mencakup:

a) pernyataan tentang Indonesia Merdeka; b) disepakatinya Piagam Jakarta sebagai mukaddimah (Preambule) hukum dasar yang menjadi cikal bakal Pembukaan Undang-Undang Dasar;  c) batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai Undang- Undang Dasar 1945, yang isinya meliputi : wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik, bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih, bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, 1959: 206-218). 

Proses Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI ) atau Dokuritsu Junbi Inkai yang diketuai Soekarno. Tanggal 17 Agustus 1945, J. Latuharhary sebagai perwakilan dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan) menemui Sukarno dan Mohammad Hatta dan menyatakan keberatan atas rumusan “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada Piagam Jakarta untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa dan negara Indonesia yang baru diproklamasikan, Soekarno dan Hatta bertemu dengan wakil-wakil golongan Islam seperti Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo.  Mohammad Hatta mengusulkan dan melakukan lobi agar tujuh kata di belakang kata Ketuhanan tersebut dihapus.  Setelah melalui pembicaraan yang panjang agar tidak terpecah sebagai bangsa Indonesia, untuk menjaga persatuan dan  kesatuan  Bangsa Indonesia, serta keutuhan Indonesia, tokoh pendiri bangsa bermufakat untuk mengubah rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Pembahasan mengenai perubahan ini memang tidak pada forum sidang PPKI agar permasalahan cepat selesai. Sidang PPKI I diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang hasilnya: 1) mengesahkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 2) memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden RI; 3) membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk. Pengesahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menimbulkan akibat penetapan Pancasila sebagai dasar negara secara hukum, sebab muatan Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. 

 

Perwujudan Semangat dan Komitmen Pendiri Negara dalam Proses Perumusan dan Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Para pendiri negara memiliki semangat kebangsaan dan patriotisme yang tinggi. Semangat kebangsaan timbul pada jiwa bangsa Indonesia yang dilandasi oleh rasa dan paham kebangsaan. Rasa kebangsaan membentuk bentuk rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, para pendiri bangsa rela mengorbankan kepentingan pribadi dan kelompok demi kepentingan bangsa dan negara yang tercermin dalam bentuk: solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan; toleransi/ tenggang rasa antaragama, antarsuku, antargolongan dan antarbangsa; jiwa tanpa pamrih dan bertanggung jawab; serta jiwa ksatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam. Dengan demikian, Pancasila merupakan bukti dari semangat kebangsaan para pendiri bangsa Selain itu, para pendiri negara juga memiliki komitmen kebangsaan Indonesia yang tinggi yakni:

1) mengutamakan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme;
2) adanya rasa peduli dan memiliki terhadap bangsa Indonesia;
3) selalu bersemangat dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan;
4) mendukung dan berupaya secara aktif mencapai cita-cita bangsa;
5) melakukan pengorbanan pribadi demi kepentingan bangsa dan negar

Dengan memperingati Hari Lahirnya Pancasila  mari kita  teladani komitmen kebangsaan Indonesia dan aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Aku Pancasila, Aku Indonesia dan selamat memperingati hari lahirnya Pancasila.

Tidak ada komentar:

BAHAN AJAR DAN LKPD

NORMA-NORMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Kebutuhan antara satu manusia dengan manusia lainnya tidak selalu sama dan terus berubah. Dengan bany...